Minggu, 01 November 2015

Perang Iklan Provider XL dan AS Melanggar Etika Bisnis Dalam Periklanan



Iklan pada dasarnya dilukiskan sebagai alat komunikasi antara produsen dengan konsumen, yaitu antara penjual dan pembeli. Di dalam proses komunikasi itu iklan menyampaikan sebuah pesan. Dalam tujuan pemasangan iklan pada dasarnya adalah mengubah atau mempengaruhi masyarakat (khalayak) agar mereka mau membeli barang atau jasa yang ditawarkan, melainkan juga untuk menanamkan citra kepada konsumen tentangp roduk yang ditawarkan sehingga dapat meningkatkan penjualan. Iklan yang sesuai dengan etika bisnis adalah iklan yang penyampaiannya kepada masyarakat sesuai dengan kebenaran. Jika suatu produk memiliki kelemahan tertentu, namun dalam pengiklanan kepada masyarakat di manipulasi sehingga seolah-olah terlihat sempurna, maka jenis iklan seperti ini adalah tidak etis.

Salah satu contoh iklan yang tidak sesuai dengan etika bisnis periklanan adalah dua iklan yang sedang giat melancarkan promosi dengan jalan persaingan yaitu  antara dua provider besar , XL dan AS. Awalnya Sule digunakan sebagai model dalamiklan XL dan dipasangkan dengan Baim dan Putri  Titian. Dalam iklan tersebut ketika Baim ditanya oleh Sule apakah diaganteng? Lalu Baim menjawab bahwa Sule jelek. Kalimat tersebut tidak etis diajarkan kepada anak dibawah umur karena akan memunculkan sifat suka menghina orang lain dan menimbulkan sifat buruk yang lain. Mungkin maksud XL disini ingin mencerminkan kejujuran.Sama seperti tarif yang ditawarkan XL yang jujur murahnya.

Belum lama Sule menjadi icon dari provider XL, provider AS membuat “perang” semakin meruncing dengan menggunakan Sule sebagai icon providernya. Tentu saja dalam iklan yang dibuat menggunakan Sule, provider AS menyindir provider XL. Dengan kata-kata dalam iklannya, “saya kapok dibohongi anak kecil”. Kata ini juga tidak pantas karena kita tahu bahwa kenyataan yang ada anak kecil masih polos dan tidak pernah berbohong. Mungkin provider AS ingin agar konsumen men-cap provider XL sebagai pembohong, dalam arti tarif yang ditawarkan tidak sesuai dengan kenyataannya.Sehingga konsumen akan beralih pada provider AS.

Namun demikian, yang patut dipersoalkan bukanlah pada peran Sule yang tampil di dua iklan produk sejenis, tetapi pada materi iklan yang saling menyindir dan menjelekkan. Dalam salah satu prinsip etika yang diatur di dalam EPI, terdapat sebuah prinsip bahwa “Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidakl angsung.” Di sinilah yang sebenarnya patut dijadikan sebagai objek pembicaraan dan diskusi. Sebagaimana banyak diketahui, iklan-iklan antar produk kartu seluler di Indonesia selama ini kerap saling sindir dan merendahkan produk kompetitornya.
 
Dalam kasus diatas dapat kita nilai bagaimana kedua perusahaan telahm elanggar prinsip-prinsip dan aturan-aturan moral, sehingga kedua perusahaan bersaing dengan tidak sehat dengan cara saling membalas dan menjelek-jelekkan iklan yang seharusnya tidak perlu dilakukan untuk menguasai pasaran dimasyarakat ,mungkin banyak masyarakat kurang mengerti arti dari aksi saling menjelek-jelekkan yang digambarkan dalam pembuatan iklan tersebut. 

Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme pasar. Peluang-peluang yang diberikan pemerintah telah member kesempatan pada usaha-usaha tertentu untuk melakukan penguasaan pangsa pasar secara tidak wajar.Keadaan tersebut didukung oleh orientasi bisnis yang tidak hanya pada produk, promosi dan kosumen tetapi lebih menekankan pada persaingan sehingga etika bisnis tidak lagi diperhatikan dan akhirnya telah menjadi praktek monopoli, persengkongkolan dan sebagainya. Pelanggaran etika bisnis dan persaingan tidak sehat dalam upaya penguasaan pasar terasa marak ditayangan iklan di televisi. Dengan lahirnya UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diharapkan dapat mengurangi terjadinya pelanggaran etika bisnis.
 
Dapat kita lihat contohnya pada kasus di atas dimana kedua perusahaan provider saling bersaing untuk menguasai dan memonopoli pasar. Perilaku tidak etis dalam kegiatan bisnis sering juga terjadi karena peluang-peluang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang kemudian disahkan dan disalah gunakan dalam penerapannya dan kemudian dipakai sebagai dasar untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar etika bisnis. Beberapa peraturan perundang-undangan yang menghimpun pengaturan dan peraturan tentang dunia iklan di Indonesia yang bersifat mengika tantara lain adalah peraturan yang diaturoleh Undang-Undang, antara lain, UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, UU No. 24 tahun 1997 tentang PenyiaranUU No. 7 tahun 1996, PP No. 69 tahun 1999. 

Hal yang aneh dalam kasus ini mengapa satu orang muncul dalam dua penampilan iklan yang merupakan satu produk sejenis yang saling bersaing, dalam waktu yang hamper bersamaan. Ada sebagian yang bilang, apa yang dilakukan oleh Sule tidak etis dalam dunia periklanan. Mereka menyoroti peran Sule yang dengan cepat berpindah kepada pelaku iklan lain yang merupakan kompetitornya. Bila kita kaitkan dengan teori hak yang sangat dekat dengan politik demokrasi, oleh sebab itu setiap manusia tidak boleh dikorbankan demi tujuan lain selain hak asasinya dan hak seseorang melakukan kewajibannya. Sejauh yang diketahui, pada prinsipnya, sebuah tayangan iklan di televisi (khususnya) harus patuh pada aturan-aturan perundang-undangan yang bersifat mengikat serta taat dan tunduk pada tata krama iklan yang sifatnya memang tidak mengikat. Siaran iklan adalah siaran informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan. Siaran iklan niaga dilarang yang melanggar (Pasal 46 ayat (3) UU Penyiaran), yaitu :
1.      promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi, pribadi dan/atau kelompok, yang menyinggung perasaan dan/atau merendahkan martabat agama lain, ideology lain, pribadi lain, atau kelompok lain
2.      promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif;
3.      promosi rokok yang memperagakan wujud rokok;
4.      hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama; dan/atau
5.      eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapanbelas) tahun.
 
Selain taat dan patuh pada aturan perundang-undangan di atas, pelaku iklan juga diminta menghormati tatakrama yang diatur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI). Didalam EPI juga diberikan beberapa prinsip tentang keterlibatan anak-anak di bawah umur, apalagi Balita. Berikut adalah prinsip-prinsipnya, yaitu :
  • Anak-anak tidak boleh digunakan untuk mengiklankan produk yang tidak layak dikonsumsi oleh anak-anak, tanpa didampingi orang dewasa.
  • Iklan tidak boleh memperlihatkan anak-anak dalam adegan-adegan yang berbahaya, menyesatkan atau tidak pantas dilakukan oleh anak-anak.
  • Iklan tidak boleh menampilkan anak-anak sebagai penganjur bagi penggunaan suatu produk yang bukan untuk anak-anak.
  • Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengeksploitasi daya rengek anak-anak dengan maksud memaksa para orang tua untuk mengabulkan permintaan anak-anak mereka akan produk terkait.
Sumber:

Dita Sinthia
12212225
4ea17
Tugas Softskill 2






Tidak ada komentar:

Posting Komentar